Latest News

Sebagai Ummat Muslim, Marilah Kita Lebih Meningkatkan Ibadah Kepada Allah SWT, Mematuhi Perintah-Nya dan Menjauhi Larangan-Nya. WebLog ini Kupersembahkan Kepada Ayahanda dan Ibunda Tercinta H. Hamma Ali Mona dan Hj. Hamidah. Semoga Segala Amalan Beliau Diterima dan Mendapatkan Tempat yang di Ridhai serta Kasih-Sayang dari Allah SWT. Amin... Jika berkenan, marilah kita membacakan Surah Al-Fatihah untuk Beliau... Termakasih
Subscribe

Subscribe

Subscribe

Subscribe

Subscribe

Subscribe


Popular Post


    Sebagai Ummat Muslim, Marilah Kita Lebih Meningkatkan Ibadah Kepada Allah SWT, Mematuhi Perintah-Nya dan Menjauhi Larangan-Nya. WebLog ini Kupersembahkan Kepada Ayahanda dan Ibunda Tercinta H. Hamma Ali Mona dan Hj. Hamidah. Semoga Segala Amalan Beliau Diterima dan Mendapatkan Tempat yang di Ridhai serta Kasih-Sayang dari Allah SWT. Amin... Jika berkenan, marilah kita membacakan Surah Al-Fatihah untuk Beliau... Termakasih

    Jangan pernah merasa kenyang oleh nasehat

    Sumber :  www.hidayatullah.com

    Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Adz Dzariyat (51) : 55).

    KATA orang bijak kehidupan di dunia ini laksana roda pedati. Karakteristik yang melekat di dalamnya adalah selalu berputar, fluktuatif, temporal. Sedih dan gembira, nikmat dan musibah, kesuksesan dan kegagalan datang silih berganti. Bagi yang cerdas ruhaninya bisa memaknai dan menikmati pasang surut kehidupan. Justru dengan perguliran dan pergiliran perputaran kondisi, kehidupan ini menjadi romantis. Mustahil seorang itu menangis dan tertawa secara terus menerus, tanpa ada jeda. Kesulitan dan kemudahan adalah suatu keniscayaan. Datang dengan cara susul menyusul, bagaikan rintik-rintik hujan.Turunnya hujan rahmat biasanya diawali dengan mendung, petir dan guntur. Banyak sekali buah-buahan yang lezat dibungkus dengan kulit yang pahit.

    “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al Insyirah (94) : 5-6).

    Fluktuasi (pasang surut) kehidupan ini dijadikan oleh Allah sebagai wasilah tarbiyah (sarana pendidikan) untuk menguji tingkat (level, mustawa) stabilitas psikologis seseorang.

    “Kami akan menguji kamu dengan kebaikan dan keburukan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al Anbiya ( 21) : 35).

    Apakah kita membusungkan dada ketika memperoleh kenikmatan, dan tahan ujikah kita ketika musibah yang tidak kita undang itu datang menerpa ? Memang jiwa manusia itu sangat labil, lemah dan mudah goyah. Seharusnya kelapangan dan kesempitan dipandang dengan spirit yang sama, karena keduanya adalah ujian. Bukan anugrah dan kehormatan.

    “Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.” (QS. Al Ma’arij ( 70) : 19-20).

    Ia tidak memahami karaktieristik kehidupan di dunia ini. Kebanyakan manusia selalu berfikir subyektif dan jangka pendek. Memandang dunia secara lahiriyah. Tidak pandai mengambil pelajaran dibalik peristiwa. Serta mempersepsikan bahwa peristiwa di dunia ini dengan kaca mata hitam dan putih. Ia tidak menyadari bahwa dunia ini mengikuti kekuatan fitri, selalu berubah. Datang dan pergi, timbul dan tenggelam, naik dan turun. Justru yang permanen adalah perubahan itu sendiri.

    Sumber penyebab timbulnya destabilisasi/kegoncangan jiwa manusia dalam prespektif al Quran adalah adanya keyakinan totalitas kehidupan dan apa yang dimilikinya adalah berpangkal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya tergoyahkan/tergoda oleh kegemerlapan dunia (hubbud dunya) dan takatsur (mengejar posisi, menumpuk-numpuk dunia, berebut massa).

    Dari sinilah kegoncangan psikologis berawal. Kegoncangan jiwa melahirkan sikap destruktif (merusak). Melemahkan pikiran dan mengeruhkan kebersihan hati, dan menumpulkan kecedasan emosi dan kekuatan pisik. Ia tidak menyadari nikmat dan bencana itu bersifat nisbi (relatif). Untuk menstabilkan kembali psikologis seseorang oleh goncangan siklus kehidupan, peringatan (taushiyah) memegang peranan penting.

    Agar manusia memahami hakikat relatifitas kehidupan di dunia, dan keabadian di akhirat. Begitu urgensinya peringatan, maka al -Quran disebut sebagai mau’izhah dan zikr serta taushiyah, karena keseluruhan isinya adalah peringatan. Nabi Muhammad sendiri adalah sebagai pemberi peringatan (mudzakkir).

    “Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.” (QS. Al Ghosyiyah (88) : 21).

    Hal ini mengisyaratkan bahwa salah satu misi mulia agama adalah memberi peringatan kepada ummat manusia (la’allakum tazakkarun).

    “Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah).” (QS. Thaha (20) : 3).

    Kualitas komitmen keislaman seseorang identik dengan tingkat responsibilitasnya (tajawub) dengan nasihat dan peringatan. Agama adalah nasihat. Untuk Allah SWT Rasul-Nya para pemimpin dan masyarakat bawah. Semuanya dalam posisi tunduk di bawah komando agama yang patut menasihati mereka.

    “Sesungguhnya orang-orang yang beriman [sempurna] ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al Anfal (8) : 2).

    “(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.” ( QS. Al Hajj (22) : 35).

    “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr (103) : 3).

    “Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.” (QS. Al Balad (90) : 17)

    Mukmin sejati tidak akan pernah merasa kenyang dengan nasihat, peringatan. Umar bin Khathab mengatakan : Orang yang paling aku cintai adalah orang yang menunjukkan aibku. Kata ahli hikmah : Teman sejati bukanlah orang yang selalu membenarkanmu, tetapi meluruskanmu jika menemukan penyimpanganmu. Orang yang diam (membiarkan) keburukan pada lingkungan sosialnya adalah syetan yang bisu, syaithanun ahras (Al Hadits).

    Kualitas seseorang tidak ditentukan oleh seringnya berbicara, berdiplomasi dan berorasi (katsratur riwayah), tetapi banyaknya mendengar (katsratul istima’) dan kualitas pelayanannya kepada yang dipimpin (katsratur ri’ayah). Sekalipun seseorang buta, tetapi fungsi pendengarannya dimaksimalkan, banyak dari kalangan mereka yang menjadi ulama, Dr. Prof. Ahli sastra Al Mutanabbi, Syaikh Al ‘Allamah Abdullah bin Baz, Abdul Hamid Kisyk, dll. Sedangkan tidak ada ilmuan, ulama yang tuli.

    “ Sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya[mereka mendengarkan ajaran Al Quran dan yang lain, tetapi yang diikutinya adalah Al Quranapa]. mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Az-Zumar (39) : 17-18).

    Salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi seorang calon pemimpin masa depan adalah terbiasa dikritik, kata Prof. Dr. Baharuddin Lopa. Orang yang baik adalah orang yang selalu membuka pintu rumah dan pintu hatinya dari masukan dan nasihat orang lain. Nasihat tidak hanya berfungsi sebagai pengendali diri, tetapi berperan dalam membangun harapan, menguatkan motivasi, tekat (azam), melahirkan optimisme. Nasihat adalah modin (mobilisator dan dinamisator) kehidupan. Peringatan akan merubah jiwa yang mengalami futur (stagnasi), kegoncangan, menjadi dinamis, kreatif dan produktif.

    Karakter Yahudi Dan Umat Nuh As.

    Hanyalah orang yang picik pandangannya, sakit ruhaninya, berjiwa kerdil, yang merasa tidak memerlukan nasihat bahkan meremehkannya. Atau pura-pura tidak mendengar. Atau bagaikan kultur masyarakat Yahudi : sami’na wa ‘ashaina (kami mendengar dan kami tidak patuh).

    Atau sebagaimana umat Nabi Nuh yang sengaja menutup telinga dengan jari-jari mereka, agar tidak mendengarkan nasihatnya. Sehingga saluran untuk turunnya petunjuk, menjadi tersumbat, terhambat.

    “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka berkata: "sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat yang seperti ini), kalau kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini, (Al Quran) ini tidak lain hanyalah dongeng-dongengan orang-orang purbakala." (QS. Al Anfal (8) : 31).

    “Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.” (QS. Nuh (71) : 7).

    “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang (munafik) vang berkata "kami mendengarkan [tetapi hatinya mengingkarinya], padahal mereka tidak mendengarkan.” (QS. Al Anfal (8) : 21).

    “Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari kamu dan kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!" mereka menjawab: "Kami mendengar tetapi tidak mentaati". dan Telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi Karena kekafirannya. Katakanlah: "Amat jahat[menyembah anak sapi, membunuh nabi-nabi, melanggar janji] perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).” (QS. Al Baqarah (2) : 93).

    “Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya [menambah dan mengurangi]. mereka berkata : "kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya (hati mengingkari). dan (mereka mengatakan pula) : "Dengarlah" sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa [tuli]. dan (mereka mengatakan) : "Raa'ina"[*], dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. sekiranya mereka mengatakan : "kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis (QS. An Nisa (4) : 46)


    No comments :

    Leave a Reply